Sabtu, 11 Desember 2010

Hidup Harus Selesai Sebelum Ia Berakhir

Hidup Harus Selesai Sebelum Ia Berakhir I

Musibah sebenarnya adalah hidup berakhir sebelum menyelesaikan (tugas) hidup. Hidup berakhir berarti terenggutnya nyawa sedangkan hidup selesai berarti sudah sampai pada stasiun tujuan (setidaknya mengantarkan kita merapat distasiun abdun/hamba). Stasiun yang mesti kita lewati adalah 1. Masyhan 2. Insan 3. Insun (Baik/Abdun) 4. Sempurna (Khalifah). Stasiun “Abdun” adalah stasiun kehidupan yang membuat kita menjadi sosok yang sepenuhnya pasrah dan menyerah kepada Allah Ta’ala bukan pada orang/manusia.

Hidup akan dikatakan selesai manakala sebelum nyawa datang merenggut, kita telah menyerah pasrah diri sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Al Quran surat Ali Imran ayat 102 berbunyi.. “ dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan kalian telah pasrah menyerah kepada Allah.”. Jika belum mati sudah pasrah, saat mati sudah memenuhi apa yang Allah pesankan (perintahkan). Berfikir cepat pada perintah tidak berfikir nanti dulu. Pasrah menyerah berarti menerima dengan ikhlas dan ridha akan semua yang telah, sedang dan akan digariskan oleh Allah untuk hidup kita.

Kriteria telah sampai di stasiun “abdun”:

  1. Diringanmudahkan mengamalkan pesan Al Quran dan As Sunnah (Misal ringan baca Al Quran, dzikir, maupun menahan marah). Dengan begitu orang yang masuk stasiun ini termasuk kedalam calon penghuni syurga karena takwa sebagaimana tertera dalam Al Quran surat Ali Imran:133-134”…dan orang yang suka menahan marah, senang memaafkan sesama, dan Allah menyenangi orang yang berbuat baik..”
  2. Memandang dan menyimpulkan segala peristiwa dalam hidup dengan cara dan makna yang benar. Memahami peristiwa dengan benar adalah kunci bahagia. Bahwasanya segala peristiwa yang terjadi di alam dunia ini adalah tangga menuju kemuliaan disisi Allah ar Rahman. Jika dapat nikmat maka bagaimana dengan nikmat ini digunakan sebagai tangga menaikkan kemuliaan dengan syukur. Jika mendapat musibah, maka bagaimana dengan musibah ini menjadi tangga menaikkan kemuliaan dengan sabar. Menyimpulkan peristiwa dunia dengan logika terbalik bahwa manisnya peristiwa dunia adalah pahitnya hidup kita (bahwa jabatan, wajah, tubuh jika lebih dari yang lain adalah ujian) sedangkan pahitnya peristiwa dunia yang dialami adalah manisnya hidup kita.
  3. Tidak suka menyimpan perasaan tercela terhadap sesama. Taqwa hanyalah Allah yang tahu sehingga tidak perlu berburuk sangka pada orang. Tak ada marah dan jengkel. Yang perlu ditakutkan adalah kalau marah pada orang yang dicintai Allah, Allah bisa murka.
  4. Merasakan dekatnya masa kematian. Jika berprasangka kematian masih jauh adalah tanda belum tunduk. “Segala sesuatu yang pasti tibanya, tapi hanya Allah azza wa jalla yang Maha Mengetahui kapan terjadinya, maka sesuatu itu sangat dekat”. Besok sore terlalu jauh bagi seorang hamba. Seorang hamba merasa kematian semakin dekat laksana malam oleh karena itu ia berusaha mempersiapkan. Apa yang mau dilakukan kalau mau ujian? Menyiapkan!

Untuk bisa sampai pada empat kondisi tersebut banyak halangan dan rintangan yang menghadang. Masalahnya banyak orang yang tidak paham halangan dan rintangan sehingga banyak yang kecelakaan. Oleh karena itu perlu mengetahui apa dan bagaimana mengatasi halangan dan rintangan itu.

Rintangan di perjalanan menuju stasiun “abdun”:

  1. Puas dengan kebodohan. Hal ini bagai seorang masinis yang tidak tahu kemana harus menuju. Ada yang puas dengan kebodohan tetapi tidak merasa. Adapun ciri-cirinya adalah :

· Malas datang ke majlis taklim

· Lebih senang membeli barang daripada membeli buku

· Lebih suka jalan-jalan cari hiburan daripada silaturahim ke alim ulama. (Usai akad nikah lebih baik silaturahim ke alim ulama)

Akibat Qanaah terhadap kebodohan

· Hidup berlumur kotoran

· Senang dengan yang kotor

· Emosional/mudah stress

· Mudah dibuai oleh syahwat duniawi (berbuat semata-mata karena ingin bukan karena perlu). Kalau Imam Ahmad bin Hambal kebutuhan ilmu lebih banyak daripada makan minum. Terbanyak ilmu adalah sebanyak nafas kita, artinya setiap menarik oksigen ada ilmu yang masuk.

· Menjadi objek penderita dari segala peristiwa yang menimpa karena bukan menjadi subjek. Misal ada nikmat harta kemudian hidup dikendalikan harta, jadi objek dikendalikan oleh uang.

  1. Rakus terhadap (kesenangan) dunia

Rakus tehadap dunia akan membuat pandangan hati manusia tertutup dari merasakan indahnya alam akhirat (membuat malas shalat, berqurban, berjuang dan berjihad). Kalam hikmah mengatakan “Barangsiapa berfikir sederhana tentang dunia, maka ia akan memiliki kesempatan yang cukup untuk menyelami, menemukan dan merasakan indahnya samudera alam akhirat”. Di sisi lain, manusia yang rakus terhadap dunia akan membuat ia kehilangan sifat hati-hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar